
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Jabarkukeren.com – Jakarta, Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Di tengah perkembangan pesat ini, gereja sebagai lembaga agama juga turut memberikan perhatian dan pandangannya terhadap AI, menimbang potensi berkat serta tantangan etika yang ditimbulkannya.
Potensi Berkat AI Menurut Pandangan Gereja:
Beberapa pandangan dalam gereja melihat AI sebagai alat yang dapat membawa manfaat positif bagi kemanusiaan, selaras dengan nilai-nilai Kristen:
- Peningkatan Kesejahteraan Manusia: AI berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui berbagai aplikasi di bidang kesehatan, pendidikan, pertanian, dan lainnya. Gereja melihat ini sebagai peluang untuk mewujudkan kasih dan pelayanan kepada sesama dengan lebih efektif.
- Efisiensi Pelayanan Gereja: AI dapat membantu gereja dalam tugas-tugas administratif, pengelolaan data jemaat, penyediaan sumber daya rohani digital, bahkan dalam menjangkau jemaat secara lebih personal melalui analisis data dan personalisasi pesan.
- Pemahaman yang Lebih Dalam tentang Penciptaan: Beberapa teolog melihat pengembangan AI sebagai bagian dari mandat budaya manusia untuk mengembangkan dan mengelola ciptaan Tuhan. Studi tentang AI juga dapat mendorong pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas kognisi dan kecerdasan, yang pada akhirnya dapat memperdalam pemahaman tentang hakikat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang unik.
Tantangan Etika dan Kekhawatiran Gereja Terhadap AI:
Meskipun mengakui potensi manfaat AI, gereja juga menyuarakan sejumlah kekhawatiran etika yang perlu dipertimbangkan dengan serius:
- Potensi Penggantian Peran Manusia dan Dehumanisasi: Kekhawatiran utama adalah potensi AI untuk menggantikan peran manusia dalam pekerjaan dan interaksi sosial, yang dapat menyebabkan dehumanisasi dan hilangnya makna hidup. Gereja menekankan nilai unik dan martabat manusia sebagai citra Allah yang tidak boleh direduksi menjadi algoritma atau mesin.
- Bias dan Diskriminasi dalam Algoritma: Algoritma AI dilatih dengan data, dan jika data tersebut mengandung bias, maka AI dapat memperpetuas diskriminasi dan ketidakadilan. Gereja menyerukan pengembangan AI yang adil, transparan, dan bertanggung jawab, yang tidak memperkuat prasangka atau merugikan kelompok marginal.
- Kurangnya Akuntabilitas dan Transparansi: Sistem AI yang kompleks seringkali sulit dipahami cara kerjanya (“kotak hitam”), sehingga sulit untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas keputusan atau tindakan yang diambil oleh AI. Gereja menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengembangan dan penggunaan AI, terutama dalam aplikasi yang berdampak signifikan pada kehidupan manusia.
- Dampak Spiritual dan Eksistensial: Pertanyaan filosofis dan teologis tentang kesadaran, jiwa, dan kehendak bebas menjadi semakin relevan di era AI. Gereja mendorong dialog yang mendalam tentang implikasi AI terhadap pemahaman kita tentang kemanusiaan, spiritualitas, dan hubungan dengan Tuhan.
- Penyalahgunaan AI untuk Tujuan Negatif: AI memiliki potensi untuk disalahgunakan untuk tujuan yang merusak, seperti pengembangan senjata otonom, manipulasi informasi (deepfake), dan pengawasan yang berlebihan. Gereja menyerukan regulasi yang ketat dan penggunaan AI yang bertanggung jawab untuk mencegah penyalahgunaan ini.
Seruan Gereja:
Dalam menghadapi era AI, gereja menyerukan beberapa hal penting:
- Pengembangan AI yang Berpusat pada Manusia: AI harus dikembangkan dan digunakan untuk melayani kemanusiaan, bukan sebaliknya. Nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan spiritualitas harus menjadi landasan utama dalam pengembangan AI.
- Dialog dan Kolaborasi Interdisipliner: Gereja mendorong dialog yang terbuka dan kolaborasi antara teolog, ilmuwan, pengembang teknologi, pembuat kebijakan, dan masyarakat luas untuk membahas implikasi etika, sosial, dan spiritual dari AI.
- Pendidikan Literasi Digital dan Etika AI: Gereja perlu berperan aktif dalam mendidik jemaat dan masyarakat tentang literasi digital dan etika AI, membekali mereka dengan kemampuan untuk menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.
- Pengembangan Teologi AI: Gereja perlu mengembangkan teologi AI yang relevan dengan perkembangan zaman, merumuskan pandangan teologis yang komprehensif tentang AI dalam terang iman Kristen, dan memberikan panduan etika bagi pengembangan dan penggunaan AI.
Pandangan gereja terhadap AI bersifat kompleks dan multidimensional. Gereja tidak menolak teknologi AI secara keseluruhan, tetapi menyerukan kehati-hatian dan pertimbangan etika yang mendalam dalam pengembangan dan penggunaannya. Gereja melihat perlunya memastikan bahwa AI digunakan untuk kebaikan bersama, meningkatkan martabat manusia, dan selaras dengan nilai-nilai kasih, keadilan, dan kebenaran yang diajarkan oleh iman Kristen. Di era yang semakin digital ini, peran gereja dalam memberikan kompas moral dan spiritual dalam menghadapi AI menjadi semakin penting dan relevan. (DH.L./Red.)